Indonesia merupakan salah satu
negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar biasa.
Indonesia merupakan negara mega biodiversity kedua setelah Brazil. Indonesia
memiliki 42 ekosistem darat dan 5 ekosistem yang khas. Indonesia juga memiliki 81.000
km garis pantai yang indah dan kaya. Luas ekosistem mangrove di Indonesia
mencapai 22 % dari seluruh luas mangrove di dunia.
Sebagaimana kita ketahui bersama,
Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah
penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut data statistik dari
BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta jiwa, dengan angka
pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih
kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar
2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka pertambahan penduduk
setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh
penduduk di Singapura.
Lonjakan penduduk yang sangat tinggi
atau baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga
dampak bagi ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu
keseimbangan, bahkan merusak ekosistem yang ada. Menurut Poo Tjian Sie,
coordinator Komunitas Tionghoa Peduli Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah
kesatuan ekosistem atau system kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, (tatanan alam),dan makhluk hidup, termasuk manusia
dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dengan jumlah penduduk sebesar 225
juta jiwa, membuat tekanan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta penduduk hidupnya tergantung pada keanekaragaman
hayati di pantai dan perairan. Pada saat yang sama, bahwa sekitar 20% penduduk
Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 43% pendudu Indonesia masih
tergantung pada kayu bakar. Dan pada tahun 2003, hanya 33% penduduk Indonesia
mempunyai akses pada air bersih melalui ledeng dan pompa. Tahun 2000, Jawa dan
Bali telah mengalami defisit air mencapai 53.000 meter kubik dan 7.500 meter
kubik, sementara di Sulawesi 42.500 meter kubik. Saat yang sama banjir telah
melanda di berbagai tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia telah salah mengelola air di Bumi ini.
Dampak lonjakan penduduk di Indonesia terhadap
lingkungan hayati, sudah dapat kita lihat sejak tahun 2001, laporan Bank Dunia
menyebutkan, bahwa luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan yang
sangat signifikan, dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982, menjadi 3,24 juta
hektar pada tahun 1987 dan menjadi hanya 2,06 juta hektar pada tahun 1995. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat dalam decade
ini. Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan melaporkan tingkat deforestasi
di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta hektar per tahun. Apabila
tingkat kehilangan hutan ini tetap 2 juta hektar per tahun, maka 48 tahun ke
depan, seluruh wilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul dan
panas. Lautan di Indonesia juga mengalami kerusakan terumbu karang. Data dari
Bank Dunia bahwa saat ini sekitar 41% terumbu karang dalam keadaan rusak parah,
29% rusak, 25% lumayan baik, dan hanya 5% yang masih dalamkeadaan alami.
Sekitar 50% hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian besar menjadi tambak
udang). Beberapa kawasan juga mengalami pencemaran. Ini terjadi di
kawasan-kawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran, atau perairan yang
bersinggungan dengan kota-kota besar, seperti perairan teluk Jakarta dan
Surabaya.
Menurut Ir. Boby Setiawan MA.,
PhD, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, untuk mamalia terdapat sekitar
112 jenis yang terancam punah di Indonesia. Sementara untuk burung, terdapat
sekitar 104 jenis yang mengalami ancaman serius.
Menurut Malthus, pertumbuhan
jumlah penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik menurut deret ukur
(1,2,4,8,dst). Produksi pangan meningkat hanya menurut deret hitung
(1,2,3,4,dst). Di Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan
dampak sosial yaitu mengalami krisis pangan. Bahkan di dunia pun terjadi krisis
pangan global.
Selain itu, semakin banyak
terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya kecukupan pangan namun
tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke kota. Generasi
muda tidak ada yang mau menjadi petani.
Tahun 2008 dicanangkan sebagai
tahun sanitasi sedunia. Jumlah penduduk yang melonjak dipastikan menambah
persoalan sanitasi. Sekitar 1 juta jamban di kawasan Jabotabek dibangun dengan
jarak kurang dari 10 meter dari sumur. Jika penduduk kota terus melonjak, entah
karena urbanisasi atau kelahiran alami, sementara jumlah WC nya tetap bisa
dibayangkan sendiri akan menjadi apa jamban tersebut. Kualitas hidup di kota
menjadi merosot. Beragam penyakit seperti diare akan menyebar.
Ujung dari semua ledakan penduduk
itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka ikutannya seperti
menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya
fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya
tidak sederhana. Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia
dan lingkungan hidup. Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya
pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.
Indonesia
dengan jumlah penduduknya kira-kira 185 juta, termasuk negara-negara yang paling banyak jumlah
penduduknya. Karena itu, hal-hal yang berkaitan dengan jumlah penduduk ini penting
sekali di Indonesia. Kalau di masa depan jumlah ini mau jadi lebih banyak lagi,
pasti ada lebih banyak masalah sosial lagi. Pemerintah Indonesia sudah
mengambil dua macam tindakan untuk mencegah masalah sosial ini. Yang pertama adalah program KB
atau Keluarga Berencana dan yang kedua adalah program
transmigrasi. Kedua program ini sudah lama dapat banyak kritik, dari dalam
negeri dan dari luar negeri. Di bawah ini, saya mau meneliti salah paham program ini.
Program transmigrasi adalah program
nasional untuk memindahkan kelompok penduduk dari satu tempat ke tempat yang
lain. Misalnya, kalau ada tempat di mana ada terlalu banyak penduduk, di sana
pasti ada banyak masalah, seperti masalah kesehatan, masalah tanah,
dan masalah sosial yan lain. Untuk mencegah masalah itu, pemerintah coba
memindahkan penduduk dari tempat-tempat seperti itu ke tempat yang lain di mana
jumlah penduduknya sedikit. Jadi dulu, penduduk Jawa, Madura dan Bali sudah
dipindahkan ke Irian Jaya, Sumatra, dan Kalimantan.
Saya rasa program transmigrasi ini
sudah banyak menolong penduduk Indonesia. Peserta program transmigrasi diberi sebuah rumah,
alat-alat
untuk bertani dan sedikit uang. Ada sekolah dan puskesmas. Setelah dipindahkan, kehidupan mereka
lebih baik daripada dulu.
Program ini dapat banyak kritik.
Kritik yang pertama adalah mengenai hutan yang menghilang karena transmigran.
Mereka menebang pohon-pohon untuk mempersiapkan ladang mereka. Kemudian, dulu ada
kelompok transmigran di Kalimantan yang tidak diberi fasilitas untuk bertani.
Jadi, mereka tidak bisa berdikari (yaitu: "BERDIri di atas KAkinya
sendiRI"). Juga ada masalah kehilangan tempat tinggal orang setempat seperti orang Kubu di Sumatra dan orang
Dayak di Kalimantan. Tanah mereka diambil orang transmigran yang baru. Menurut
saya, masalah-masalah ini dibesarkan dengan sengaja. Program transmigrasi memang
berhasil. Sudah 3.6 juta orang dipindahkan dalam program ini, dan kehidupan
mereka sekarang jauh lebih baik daripada dulu.
Dalam program Keluarga Berencana
("Dua Anak Cukup!"), suami-istri diberi informasi dan alat/obat
kontrasepsi. Dengan ini, pemerintah mencoba untuk mencegah kelahiran terlalu banyak anak. Kritik atas program ini adalah
kritik mengenai obat kontrasepsi yang bernama "Norplant". Perempuan
yang pakai Norplant itu tidak bisa beranak lagi untuk selamanya. Dan ada juga orang yang bilang
bahwa perempuan dipaksa untuk pakai Norplant ini (Norplant ada
sebuah obat yang disuntikkan di bawah kulit).
Saya berpendapat bahwa kedua program ini, yaitu
transmigrasi dan Keluarga Berencana, memang sudah berhasil. Sekarang di
Indonesia, jumlah anak yang lahir setiap tahun sudah menurun. Kalau Indonesia mau mencegah masalah
yang berkaitan dengan jumlah penduduk, saya rasa pemerintah harus meneruskan kedua program ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar